Foto Istimewa. By Tim Media Aksi Ketua PMKRI 4 Cabang Se-Jakarta. setelah setelai Audiensi dengan Kabid Humas Mahkamah Kostitusi (MK). |
JAKARTA-Aktivis
Mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
(PMKRI) empat Cabang Se-Jakarta melakukan demonstrasi di depan Gedung Mahkamah
Konstitusi (MK) dan di depan gedung MPR/DPR RI. Jumat, 16/3/2018
PMKRI
Se-Sejakarta itu terdiri dari Cab. Jakarta Timur, Cab. Jakarta Utara, Cabang
Jakarta Barat, Cab. Jakarta Selatan. Empat Cabang Se-Jakarta ini menggelar aksi
damai di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dan Parlemen.
Depan
gedung MK masa demonstrasi mendesak agar MK menolak revisi UU MD3, selain itu mereka
juga menuntut agar MK dapat bekerja secara profesional, karena bagi mereka
harapan terakhir untuk membatalkan beberapa pasal yang sangat kontroversial itu
tidak ada jalan lain selain di MK
Setelah
mencapai titik temu di MK, masa demonstrasi bertolak ke gedung MPR/DPR RI sambil
memikul keranda mayat bertuliskan “RIP
DPR”. Koordinator Aksi Kosmas Mus Guntur dalam orasinya di depan gedung MPR/DPR
RI menilai bahwa RIP DPR menandakan wafatnya demokrasi dan kebebasan warga
Negara dalam mengeluarkan pendapat kritis atas kinerja MPR/DPR. Saat ini DPR
merupakan wakil partai politik bukan lagi sebagai wakil rakyat terdapat dalam
beberapa pasal dalam revisi UU MD3 itu yang menurutnya sangat kontraproduktif kebebasan demokrasi
pasca reformasi telah dihianati oleh DPR.
DPR
mengangkangi UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang berbunyi “ setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dia juga
menegaskan bahwa Pasal 122 huruf K bertentangan dengan Kitab UU Hukum Pidana (KUHP)
Bab XVI Tentang Penghinaan, tanda Kosmas selaku Korlap.
Foto Istimewa By Tim Media Aksi Korlap : Kosmas Mus Guntur, sedang membakar semangat barisan. |
Ketua
PMKRI Cab. Jakarta Timur, Micael Yohanes B. Bone ketika dihubung via telfon
oleh salah satu reporter Mejabundar.com menegaskan UU MD3 membunuh atau
membajak hak rakyat, dimana UU MD3 tidak sesuai dengan sprit konstitusi.
Menurut
Mikael, pasal 245 ayat (1) dia menilai bahwa tidak ada dasar hukum yang
mengatur tentang “persetujuan tertulis
dari presiden” . dan juga pasal 245 ayat (1) tidak dijelaskan secara
terperinci terkait kenapa harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Selain
itu Gerakan Kemasyarakatan (Germas) PMKRI Cab. Jakarta Timur, Heronimus Wardana
menilai bahwa DPR pencaplok Hak dan Tugas serta Wewenang Polri yang mengatur
tentang penangkapan terhadap Oknum-oknum yang terseret atau tersangkut malasah
hukum tanpa menunggu rekomendasi atau menunggu persetujuan dari Presiden
seperti yang dituangkan dalam Per-UU-an Polri.
Heru
menjelaskan, bahwa pasal 245 ayat (1) bertentangan dengan pasal 20A ayat (3)
UUD 1945 tentang hak imunitas DPR.
Sementara
itu, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cab. Jakarta Barat, Sandy Tara
menilai pasal 73 ayat (3) dan (4) poin (a) dan (c) UU MD3 bertentangan dengan
Peran dan Fungsi DPR yang diatur dalam konstitusi yakni menyerap aspirasi dan
kepentingan rakyat dalam Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi
Pengawasan sesuai pasal 20A ayat (1) UUD 1945. Serta dari pasal ini dia menilai
bahwa sejatinya lembaga DPR merupakan lembaga yang anti kritik dan kebal hukum.
Ketua
PMKRI Cab. Jakarta Utara, Wilybrodus Claudius Bhira menyoroti Fungsi Mahkamah
Kehormatan Dewan (MKD). Dia menegaskan, bahwa DPR sangat berlebihan terkait
pemberian fungsi dan tugas MKD selain tugas untuk mengurus internal DPR tentang
kode etik juga mengurus hal-hal eksternal. Yang mana MKD dapat mengambil
langkah hukum terhadap pihak-pihak yang menganggap merendahkan kehormatan DPR
dan Anggotanya.
Menurut
Bily, jika kita menyoroti tugas, dan fungsi serta wewenang MKD yang diatur
dalam pasal 121A UU MD3 yaitu Fungsi Pencegahan, Fungsi Pengawasan dan Fungsi
Penindakan serta mengevaluasi.
Diwaktu
yang sama Ketua PMKRI Cab. Jakarta Selatan, Prudensio Veto
Meo menegaskah bahwa tidak ada kata lain selain kata “Lawan”, karena ada 3
pasal dalam revisian UU MD3 yaitu : pasal 73, 122 dan 245 sangat Kontroversial
dan mendapat resistensi oleh masyarakat luas, sebab UU MD3 bukan lagi mengurus
MPR, DPR, DPD dan DPRD melainkan mengurus masyarakat indonesia secara
keseluruan. UU MD3 merupakan alat bagi DPR untuk melakukan kriminalisasi
terhadap rakyat, tandas Veto.
Revisi terhadap UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MD3,
memang sejak awal sudah ditentang oleh masyarakat luas, arus protes terhadap UU
ini datang dari berbagai daerah-daerah hingga berujung pada pengajuan
permohonan uji materi (Judicial Review) ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
Dapat dikatakan bahwa revisi UU MD3 tak lebih dari
upaya DPR untuk dapat menyelundupkan pasal-pasal anti demokrasi dan sangat
bertentanagn dengan UUD 1945. Maka satu-satunya cara yang dapat ditempuh adalah
dengan mengajukan permohonan uji materi
(judicial review) ke Mahkamah
Konstitusi (MK). (Guntenda Halilintar)
Posting Komentar