Sabtu, 17 Maret 2018

Aktivis PMKRI 4 Cabang Se-Jakarta disambut Baik Oleh Mahkamah Konstitusi (MK)

Foto Istimewa. By Tim Media Aksi
 Ketua PMKRI 4 Cabang Se-Jakarta. setelah setelai Audiensi dengan Kabid Humas Mahkamah Kostitusi (MK).




















JAKARTA-Aktivis Mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) empat Cabang Se-Jakarta melakukan demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dan di depan gedung MPR/DPR RI. Jumat, 16/3/2018

PMKRI Se-Sejakarta itu terdiri dari Cab. Jakarta Timur, Cab. Jakarta Utara, Cabang Jakarta Barat, Cab. Jakarta Selatan. Empat Cabang Se-Jakarta ini menggelar aksi damai di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dan Parlemen.

Depan gedung MK masa demonstrasi mendesak agar MK menolak revisi UU MD3, selain itu mereka juga menuntut agar MK dapat bekerja secara profesional, karena bagi mereka harapan terakhir untuk membatalkan beberapa pasal yang sangat kontroversial itu tidak ada jalan lain selain di MK

Setelah mencapai titik temu di MK, masa demonstrasi bertolak ke gedung MPR/DPR RI sambil memikul keranda mayat bertuliskan “RIP DPR”. Koordinator Aksi Kosmas Mus Guntur dalam orasinya di depan gedung MPR/DPR RI menilai bahwa RIP DPR menandakan wafatnya demokrasi dan kebebasan warga Negara dalam mengeluarkan pendapat kritis atas kinerja MPR/DPR. Saat ini DPR merupakan wakil partai politik bukan lagi sebagai wakil rakyat terdapat dalam beberapa pasal dalam revisi UU MD3 itu yang menurutnya sangat kontraproduktif kebebasan demokrasi pasca reformasi telah dihianati oleh DPR.

DPR mengangkangi UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang berbunyi “ setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dia juga menegaskan bahwa Pasal 122 huruf K bertentangan dengan Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) Bab XVI Tentang Penghinaan, tanda Kosmas selaku Korlap.
Foto Istimewa By Tim Media Aksi
Korlap : Kosmas Mus Guntur, sedang membakar semangat barisan.





















Ketua PMKRI Cab. Jakarta Timur, Micael Yohanes B. Bone ketika dihubung via telfon oleh salah satu reporter Mejabundar.com menegaskan UU MD3 membunuh atau membajak hak rakyat, dimana UU MD3 tidak sesuai dengan sprit konstitusi.
Menurut Mikael, pasal 245 ayat (1) dia menilai bahwa tidak ada dasar hukum yang mengatur tentang “persetujuan tertulis dari presiden” . dan juga pasal 245 ayat (1) tidak dijelaskan secara terperinci terkait kenapa harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Selain itu Gerakan Kemasyarakatan (Germas) PMKRI Cab. Jakarta Timur, Heronimus Wardana menilai bahwa DPR pencaplok Hak dan Tugas serta Wewenang Polri yang mengatur tentang penangkapan terhadap Oknum-oknum yang terseret atau tersangkut malasah hukum tanpa menunggu rekomendasi atau menunggu persetujuan dari Presiden seperti yang dituangkan dalam Per-UU-an Polri.
Heru menjelaskan, bahwa pasal 245 ayat (1) bertentangan dengan pasal 20A ayat (3) UUD 1945 tentang hak imunitas DPR.

Sementara itu, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cab. Jakarta Barat, Sandy Tara menilai pasal 73 ayat (3) dan (4) poin (a) dan (c) UU MD3 bertentangan dengan Peran dan Fungsi DPR yang diatur dalam konstitusi yakni menyerap aspirasi dan kepentingan rakyat dalam Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan sesuai pasal 20A ayat (1) UUD 1945. Serta dari pasal ini dia menilai bahwa sejatinya lembaga DPR merupakan lembaga yang anti kritik dan kebal hukum.

Ketua PMKRI Cab. Jakarta Utara, Wilybrodus Claudius Bhira menyoroti Fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Dia menegaskan, bahwa DPR sangat berlebihan terkait pemberian fungsi dan tugas MKD selain tugas untuk mengurus internal DPR tentang kode etik juga mengurus hal-hal eksternal. Yang mana MKD dapat mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang menganggap merendahkan kehormatan DPR dan Anggotanya.
Menurut Bily, jika kita menyoroti tugas, dan fungsi serta wewenang MKD yang diatur dalam pasal 121A UU MD3 yaitu Fungsi Pencegahan, Fungsi Pengawasan dan Fungsi Penindakan serta mengevaluasi.

Diwaktu yang sama Ketua PMKRI Cab. Jakarta Selatan, Prudensio Veto Meo menegaskah bahwa tidak ada kata lain selain kata “Lawan”, karena ada 3 pasal dalam revisian UU MD3 yaitu : pasal 73, 122 dan 245 sangat Kontroversial dan mendapat resistensi oleh masyarakat luas, sebab UU MD3 bukan lagi mengurus MPR, DPR, DPD dan DPRD melainkan mengurus masyarakat indonesia secara keseluruan. UU MD3 merupakan alat bagi DPR untuk melakukan kriminalisasi terhadap rakyat, tandas Veto.

Revisi terhadap UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MD3, memang sejak awal sudah ditentang oleh masyarakat luas, arus protes terhadap UU ini datang dari berbagai daerah-daerah hingga berujung pada pengajuan permohonan uji materi (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dapat dikatakan bahwa revisi UU MD3 tak lebih dari upaya DPR untuk dapat menyelundupkan pasal-pasal anti demokrasi dan sangat bertentanagn dengan UUD 1945. Maka satu-satunya cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengajukan permohonan uji materi (judicial review)  ke Mahkamah Konstitusi (MK). (Guntenda Halilintar)









Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search