Oleh
: Dionisius Shandy Tara
Foto Istimewa
Beberapa minggu lagi, tepat tanggal
21 Mei kita akan memperingati hari Reformasi. Banyak fenomena yang terjadi
akibat dampak dari era Reformasi pasca menjelang 20 tahun. Reformasi menurut KBBI adalah perubahan terhadap sesuatu
sistem yang telah ada pada suatu masa. Keinginan masyarakat pada saat itu yang
ingin merubah tatanan pemerinthan ke arah demokrasi dan kebebasan Hak Asasi Manusia
(HAM) yang ingin dijunjung tinggi. Mahasiswa kemudian menyusun enam agenda
reformasi yang bersifat tuntutan yaitu: Adili Soeharto dan kroni-kroninya, Amandemen UUD 1945, Penghapusan Dwifungsi ABRI, Otonomi daerah yang seluas-luasnya, Tegakan supremasi hukum dan Pemerintahan yang bersih dari KKN
SUPREMASI
HUKUM
Supremasi adalah kata yang diadopsi dari
bahasa Inggris yang berarti supreme ; derajat yang tinggi, jika
diterjemahkan supremasi hukum adalah hukum yang berada diatas tatanan
tertinggi.
Negara yang sudah menjunjung tinggi supremasi
hukum adalah negara yang mampu menempatkan Hukum sebagai panglima tertinggi.
Secara teoritis; supremasi hukum menurut (Muladi, 2000 : 6) adanya
unsur-unsur yang mencakup:
a. )pendekatan sistemik, menjauhi hal-hal
yang bersifat ad hoc (fragmentaris);
b) mengutamakan kebenaran dan keadilan;
c) senantiasa melakukan promosi dan
perlindungan HAM;
d) menjaga keseimbangan moralitas
institusional, moralitas sosial dan moralitas sipil;
e) hukum tidak mengabdi pada kekuasaan
politik;
f) kepemimpinan nasional di semua lini yang
mempunyai komitmen kuat terhadap supremasi hukum;
g) kesadaran hukum yang terpadu antara
kesadaran hukum penguasa yang bersifat top down dan perasaan hukum masyarakat
yang bersifat bottom up;
h) proses pembuatan peraturan
perundang-undangan (law making process), proses penegakan hukum (law
enforcement) dan proses pembudayaan hukum (legal awareness process) yang
aspiratif baik dalam kaitannya dengan aspirasi suprastruktur, infrastruktur,
kepakaran dan aspirasi internasional;
i ) penegakan hukum yang bermuara pada
penyelesaian konflik, perpaduan antara tindakan represif dan tindakan
preventif;
j) perpaduan antara proses litigasi dan non
litigasi
Jika kondisi-kondisi tersebut dapat
diwujudkan maka supremasi hukum dapat dijalankan secara baik dan benar.
REALITA SUPREMASI
HUKUM PASCA 20 TAHUN REFORMASI
Pada era orde baru supremasi hukum tidak
dijalankan sama sekali , hukum berada di tangan penguasa sehingga apapun
kehendak penguasa adalah final dan tidak dapat diganggu-gugat , banyak
pelanggaran Ham yang terjadi pada masa orde baru dan tidak pernah ditindak
secara hukum merupakan salah satu contoh kegagalan supremasi hukum era orde
baru . Pada realita sekarang ini pasca reformasi hemat saya berpendapat bahwa
supremasi hukum belum dijalankan secara baik. Adapun bentuk kegagalan supremasi
hukum di era reformasi
Pertama, Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) semakin menjamur; Korupsi bukannya hilang malah tumbuh subur di rahim reformasi.
Politik desentralisasi yang diharapkan dapat mensejahterakan rakyat justru
menjadi lahan basa praktik korupsi.
Harus
diakui, di era reformasi ini telah banyak dihasilkan perangkat undang-undang
baru. Misalnya, ada Ketetapan MPR No. XI/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN, UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas Dari KKN, UU No. 20 Tahun 2001 (merubah UU NO. 31 Tahun 1999)
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian dan berbagai UU lainnya. Selain itu, muncul pula lembaga pengawas
baru seperti KPKPN maupun Komisi Ombudsman, namun hasilnya masih jauh dari
memuaskan.
Pelaku KKN
masih banyak yang tidak dapat dijerat hukum sehingga menimbulkan rasa
ketidakadilan. Fungsi prevensi umum (deterence) danprevensi khusus
melalui penerapan kebijakan penal (sanksi pidana) menjadi nihil, bahkan
perilaku KKN ditengara makin meningkat. Jika di masa Orde Baru perilaku KKN
hanya merupakan bentuk “perselingkuhan” antara Eksekutif dan Judikatif, kini
tengah berkembang menjadi bentuk “cinta segi tiga” antara Eksekutif, Judikatif
dan Legislatif.
Data dari KPK Menunjukan Sepanjang 2004-2011,
setidaknya 332 pejabat publik terjerat kasus korupsi dan kerugian yang diderita
negara mencapai Rp 39,3 triliun Dan dalam kurun waktu 6 bulan mulai 1 Januari
hingga 30 Juni 2017, Indonesia Corupption Watch (ICW) mencatat ada 226 kasus
korupsi. Kasus dengan jumlah tersangka 587 orang itu merugikan negara Rp 1,83
triliun dan nilai suap Rp 118,1 miliar. Secara umum
belum terlihat adanya perubahan yang cukup signifikan ke arah penegakan
supremasi hukum dalam tuntutan reformasi yaitu KKN.
Kedua; penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia sampai sekarang ini
masih jadi slogan kampanye presiden dari waktu ke waktu dan sampai sekarang era
presiden jokowi pun belum menuai hasil ataupun nihil terkait penuntasan kasus
HAM.
Era
reformasi ternyata menyimpang banyak piluh di hati. Gelombang demonstrasi mei
1998, telah merenggut nyawa “sang demonstran”. Peristiwa ini dikenal dengan
sebutan Tragedi Trisakti dan Tragedi Semanggi I dan II. Tragedi penembakan
mahasiswa oleh militer yang belum juga diproses. Padahal Komnas HAM telah
selesai melakukan penyelidikannya dan menyatakan kasus tersebut merupakan pelanggaran
HAM Beratakan tetapi, berkasnya kemudian mental di tangan Mahkamah Agung. Kasus
ini pun tidak jelas penuntasannya hingga sekarang.
Selain kasus
semanggi dan Tri Sakti, masih ada kasus pelanggaran HAM yang belum tersentuh.
Kasus pelanggaran diakhir masa Orde Baru, seperti kerusuhan mei 1998, dan kasus
penghilangan orang secara paksa pada tahun 1997-1998.
Ketiga; Penuntasan kasus megakorupsi yang belum memperlihatkan titik
terang sampai era Preiden jokowi saat ini. Kasus megakorupsi yang menyita banyak
perhatian masyarakat Indonesia diantaranya kasus Century, kasus suap proyek
wisma atlet, kasus hambalang, kasus rekening gendut perwira Polri, dan kasus
mafia banggar. Penuntasan kasus megakorupsi ini, mengundang banyak tanda tanya.
Apalagi megakorupsi yang sangat bersentuhan dengan penguasa (pemerintah) dan
para petinggi Polri. ini yang membuat
ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum.
Survei
terakhir yang dibuat oleh Lingakaran survei indonesia menegaskan kepercayaan
mayarakat terhadap hukum ialah 29,8% berbanding terbalik dengan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yaitu 56% .
Keempat; UU yang dibuat merupakan representasi kepentingan penguasa ,
seperti yang kita tahu ada beberapa UU yang dibuat bukan merupakan kepentingan
masyarakat melainkan kepentingan penguasa , sebut saja Revisi UU MD3,UU ITE ,Perppu
Ormas Dll yang dalam isinya tidak substansial dan jelas-jelas merugikan
masyarakat. Disini pemerintah tidak pernah berperan aktif mengkritisi UU ini
mlainkan memilih apatis padahal jelas masyarakat sudah melakukan proses
litigasi dan non litigasi melalui aksi dan uji materi UU.
Saya melihat
kebijakan pemerintah masih bersifat parsial dan hanya menguntungkan beberapa
pihak saja. Hukum masih memihak ke satu golongan penguasa dan golongan pemangku
kebijakan. Ini yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum dan
pemerintah.
Tidak cukup
penjara, tidak cukup polisi, dan tidak cukup pengadilan untuk menegakkan hukum
bila tidak didukung oleh rakyat.
Hubert
Humprey – Politikus USA 1911-1978
REFLEKSI DAN SOLUSI KONSTRUKTIF
Sebagai negara yang berdasarkan hukum (rechstaat) dan bukan negara
yang berdasarkan kekuasaan (machstaat) (Lihat : Penjelasan UUD 1945)
menghendaki agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu dan tidak diskriminatif.
Di dalam bahasa hukum, hal tersebut sering disebut dengan istilah supremasi
hukum, yaitu hukum ditempatkan pada posisi paling tinggi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, dan senantiasa menjadi tolok ukur dari setiap
perbuatan.
Hukum hari
ini di indonesia menuruh hemat saya belum menjadi panglima tertinggi melainkan
hukum sebagai pengikut setia kekuasaan. Adapun refleksi terkait penegakan
supremasi hukum menurut saya yang pertama;
ialah tidak adanya Political will
atau Political Action yang berarti pemimpin
negara harus bersama-sama menjalankan hukum dan menjamin hak warga negara. Dari
beberapa pengalaman beberapa presiden akhir-akhir ini memilih apatis terhadap
penegakan hukum apalagi mengenai kasus KKN dan Bentrok antara institusi atau
lembaga negara, seharusnya pemimpin yang bijak harus melakukan political action dan mengeuarkan
kebijakan yang tegas tanpa intervensi dari pihak apapun. Kedua; adalah integritas kita dimana kita masyarakat indonesia
harus benar-benar hidup berdasarkan hukum , banyak fenomena supremasi hukum dan
integritas kita dimana kita melihat perbuatan ini salah tetapi masih saja
melakukannya .
Masyarakat
harus taat kepada hukum bukan melawan hukum demi kpentingan atau desakan
apapun. Ingat segala sesuatu permasalahan pasti ada solusi, jangan coba-coba mengambil jalan potong dengan melalkukan
perbuatan melawan hukum. Ketiga; adalah
masyarakat harus terlibat aktif dalam pengawasan terhadap lembaga-lembaga
penegak hukum serta ornamen-ornamennya, Masyarakat harus berani mengkritisi serta
memberikan saran yang konstruktif terkait lemahnya penegakan supremasi hukum di
indonesia serta problema-problema yang melanda.
KESIMPULAN
Hukum diciptakan untuk mengatur segala aktivitas manusia dan sebagai pedoman untuk menjalin hubungan dengan manusia yang lain dan juga sebagai control sosial yang berlaku kepada seluruh umat manusia demi terciptanya ketentraman dan keadilan bersama di dalam masyarakat.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan penegakan supermasi hukum yang konsisten dengan memperhatikan hakikat hukum, struktur hokum dan budaya hokum dalam masyarakat.
Dalam
penegakan supremasi hukum di Indonesia, perlu adanya tatanan hukum yang baik
guna menegakkan hukum demi keadilan dan kesetaraan di mata hukum sesuai dengan
undang-undang. Yang melibatkan semua elemen seperti pemerintah, penegak hukum, masyarakat dan mahasiswa.*(editor: Guntenda Halilintar)
Posting Komentar